menulis, menulis, dan menulis, saya tahu dari mana harus memulai, tapi saya tak tahu di mana mengakhirinya

Senin, 13 Agustus 2012

Continental Drift

Dari Apungan Benua sampai Arus Konveksi


Continental Drift: Benua-benua tidak diam ditempatnya
Sejarah teori apungan benua dimulai oleh Francis Bacon yang pada tahun 1620 membuat peta dunia yang menekankan adanya kemiripan garis tepi dari benua-benya yang dipisahkan oleh Samudra Atlantik. Kemiripan dari garis tepi tersebut diduga akibat Benua Amerika yang ada di sebelah barat Atlantik dan Benua Afrika yang ada di sebelah timur Samudra Atlantik saling memisahkan diri. Tetapi pada tahun 1668, Father Francois Placet menyangah hal tersebut dengan mengatakan bahwa Samudra Atlantik terbentuk semata-mata karena banjir Nuh. Sampai pada tahun 1800-an, kebanyakan dari para ahli geologi memegang aliran “Fixist” yang menyatakan bahwa sejak bumi terbentuk, cekungan samudra dan benua-benua tidak mengalami perpindahan sama sekali (tidak bergerak saling memisahkan diri). Untuk menerangkan mengapa di suatu tempat ada tinggian (pegunungan) dan di tempat lain ada rendahan (cekungan) Prat dan Airy (1855) mengunakan konsep Isostasi untuk menerangkan pembentukan pegunungan dan cekungan, sedangkan Eduard Suess (1904-1924) menerangkan pembentukan cekungan samudra sebagai hasil dari peruntuan daratan penghubung. Dalam hal ini, Eduard berpendapat bahwa keserupaan flora dan fauna di Benua Amerika dan Afrika yang sekarang dipisahkan oleh Samudra Atlantik (selanjutnya dibahas di bukti paleontologi pada tulisan ini) disebabkan karena keberadaan daratan penghubung antara keduanya yang runtuh (dan akibatnya terbentuknya sesar-sesar turun di cekungan samudra).
Berbeda dengan kaum “Fixist”, Taylor (1910) berpendapat bahwa kerak-kerak yang ada berada pada posisi saat ini disebabkan oleh adanya gaya deformasi yang dihasilkan dari kekuatan pasang surut. Kemudian pada tahun 1915, Alferd Wegener mempublikasikan idenya tentang kemungkinan benua-benua yang ada saat ini dulunya bersatu tetapi kemudian pecah melalui konsep pengapungan benua (continental drift) melalui buku “The Origin of the Continents and Oceans”. Benua-benua yang bermasa jenis rendah dianggap mengapung di atas lantai samudra yang lebih berat (dan kita tahu memang benar kerak samudra lebih “besar berat jenisnya” daripada “kerak benua”). Wegener menentang adanya keberadaan daratan penghubung yang kemudian runtuh menjadi kerak samudra dan konsep isostasi. Pembentukan rangkaian pegunungan yang terjadi akibat kontraksi tidak akan dapat menyebabkan gerakan horizontal sehingga menyebabkan terjadinya pegunungan. Meskipun demikian Wegener dalam bukunya yang ke empat masih mengalami kesulitan untuk menerangkan gaya yang menyebabkan benua-benua yang mengapung tersebut bergerak. Namun Wegener sempat menyatakan bahwa gaya penyebab gerakan benua adalah gaya yang sama dengan gaya yang menyebabkan rangkaian pengunungan lipatan.
Bukti pendukung gerakan benua-benua
Wegener mempublikasikan bukunya sebanyak empat kali, (edisi) dan mencantumkan banyak agrumen pendukung bahwa benua-benua yang ada saat ini pada awalnya satu.
  • Keserupaan garis pantai benua-benua yang dipisahkan Samudra Atlantik
Keserupaan garis pantai benua-benua yang dipisahkan Samudra Atlantik menjadi pemikiran awal konsep pengapungan benua. Data-data struktur tektonik Paleozoikum yang di Amerika Utara dan Eropa, Afrika bagian selatan dan Amerika Selatan dikumpulkan untuk menunjukan kecocokan struktur antar benua-benua tersebut.
  • Bukti Paleoiklim
Wegener menyertakan bukti-bukti paleoklimatologi pada bukunya yang ke empat. Suatu lapisan batuan yang diendapkan dapat menunjukan iklim lokasi pada saat batuan terebut diendapkan. Keberadaan glacier, keberadaan lapisan batubara yang mengindikasikan iklim tropis basah, serta keberadaan lapisan garam dan gipsum yang mengindikasikan iklim padang dari berbagai benua sepanjang Karbon dan Perm lalu dipetakan (Gambar 2).
  • Bukti Paleontologi
Sebelum Wegener, para ahli paleontologi pernah mengumpulkan data yang memperlihatkan keserupaan flora dan fauna dari Benua Amerika Selatan dan Benua Afrika. Data-data tersebut memberikan bukri bahwa memang ada gabungan benua sehingga adanya keserupaan flora dan fauna di kedua benua tersebut (Gambar 3).
Lempeng Tektonik
Lempeng Tektonik adalah bagian teluar dari bumi yang bersifat masif, berbentuk iregular, dan padat, serta terdiri dari litosfer benua dan samudra. Litosfer adalah bagian bumi yang terdiri dari kerak dan mantel atas bagian atas (Gambar 4) Ukuran dari lempeng tektonik dapat beraneka ragam dengan ketebalan yang berkisar antara 15km pada litosfer samudra muda sampai sekitar 200km pada litosfer benua tua. Istilah Lempeng Tektonik tampaknya belum popular pada pada saat teori apungan benua diperkenalkan, pada saat itu istilah yang umum digunakan adalah kerak, baik oleh ahli-ahli aliran “fixist” ataupun pendukung teori apungan dunia.
Struktur dalam bumi (Diktat Kuliah Tektonofisik).
Teori Tektonik Lempeng
Teori tekonik lempeng merupakan pengembangan dari teori pengapungan benua Wegener. Teori ini mengambarkan lempeng-lempeng yang berupa litosefer samudra dan benua yang berada di atas astenosfer, yang merupakan lapisan lunak mantel bagan atas yang memiliki temperatur tinggi dan dapat mengalir (plastis). Lempeng-lempeng tersebut bergerak di atas astenosfer melaluri “shearing motion” (Gambar 5).
Arus Konveksi sebagai Tenaga Pengerak Lempeng
Hubungan arus konveksi dan gerakan benua
Hipotesa pengapungan benua Wegener diteliti lebih lanjut oleh Arthur Holmes dan Alexander du Toit. Keduanya menggunakan dinamika arus konveksi untuk menjelaskan mekanisme penyebab gerakan benua. Du Toit menerangkan arus konveksi sebagai mekanisme penyebab peregangan kerak benua yang mengasilkan sistem rift (dan kita menjadi tahu mengapa pada cekungan samudra lazim terdapat blok-blok sesar turun), sistem kompresi, dan pelipatan yang menghasilkan pegunungan lipatan (Gambar 6). Sedangkan Holmes menyatakan bahwa kerak samudra yang semakin tua semakin berat akan menyusup ke bagian bawah kerak benua sehingga menyebabkan terbentuknya palung (Gambar 7). Mekanisme ini akan mempercepat arus konveksi sehingga terbentuknya pengunungan di sekitar batas benua terhadap kerak samudra.
Tenaga penggerak arus konveksi
Pada masa Wegener, kebanyakan ahli geologi percaya bahwa bumi kita bersifat padat dan terdiri dari bagian-bagian yang tidak dapat bergerak. Tetapi beberapa dekade kemudian, J. Tuzo Wilson (1968) menyatakan “bumi adalah benda yang hidup dan bergerak”, baik pada permukaan maupun bagian dalamnya dan sejak saat itu berbagai model dari arus konveksi telah dibuat. Arus konveksi bergerak ke mantel atas melalui bagian tengah dari kerak benua dan lama kelamaan membentuk zona pemekaran antarbenua (Gambar 7, Gambar 9: ridge). Mekanisme dari arus konveksi diperkirakan mirip dengan mekanisme konveksi ketika pemanasan air pada panci dilakukan (Gambar 8).
Mekanisme Arus Konveksi
Konveksi pada interior bumi hanya dapat berlangsung jika terdapat sumber panas yang cukup. Panas di dalam bumi mungkin dapat berasal dari dua sumber utama, yaitu dari peluruhan radioaktif dan panas residual. Peluruhan radioaktif merupakan proses spontan yang terjadi ketika suatu isotop mengalami kehilangan partikel-partikel dari nukleusnya lalu membentuk isotop dari unsur yang lainnya. Peluruhan radioaktif secara alamiah terjadi pada unsur-unsur kimia seperti uranium, thorium, dan sebagainya dan akan meglepaskan energi panas yang secara lambat bermigrasi ke permukaan bumi. Panas residual merupakan energi gravitasi yang tersisa sejak masa pembentukan bumi melalui proses kompresi debu kosmis, tetapi mekanisme yang memungkinkan bahwa panas ini dapat terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu lalu menciptakan arus konveksi masih belum dapat dijelaskan dengan baik.
Basal Drag
Basal Drag merupakan istilah gerakan lempeng yang disebabkan oleh arus konveksi. Dalam hal ini, arus konveksi terjadi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer (Gambar 6), sehingga pergerakan didorong oleh gesekan (shearing) antara astenosfer dan litosfer (Gambar 5).
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di daerah penunjaman di palung (trench) (Gambar 9). Slab suction ini bisa terjadi dalam kondisi geodinamik dimana basal drag terus bekerja pada lempeng lempeng tersebut memasuki mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan. Slab suction mempercepat gerakan lempeng yang awalnya disebabkan oleh basal drag.
Slab pull sebagai Mekanisme Pengerak Lempeng
Holmes (1944) menyatakan bahwa lempeng samudra yang semakin tua akan mengalami pertambahan berat berat. Sehingga gerakan lempeng juga mungkin disebabkan oleh berat lempeng yang mendingin dan memadat yang turun ke mantel di palung samudera (Gambar 9). Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi salah satu gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Gerakan lempeng-lempeng dapat terjadi karena gabungan dari basal drag, slab suction, dan slab pull. Ketiganya juga dapat berperan untuk membentuk zona regangan di tengah lempeng yang memungkinkan terbentuknya terjadinya pemekaran.
Mekanisme Penyebab Gerakan Lainnya
Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin Geological Society of America, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Diduga Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik disebabkan karena ketidakadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk memberi efek seperti pasang seperti di Bumi.
Tiga jenis batas lempeng
Berbagai mekanisme yang ada dapat menyebabkan lempeng-lempeng yang ada saling berpisah, bergabung, dan bergeser. Ada tiga penggolongan utama batas lempeng dari cara interaksi lempeng-lempeng tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain (Gambar 10).
Tiga Jenis Batas Lempeng
  • Batas transform
Batas ini terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral atau dekstral. Contoh dari batas lempeng ini  adalah Sesar San Andreas di California (Gambar 11).
Sesar San Andreas
Rifting dan Pematang Tengah Samudra
  • Batas divergen
Batas ini terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid oceanic ridge dan zona rifting yang aktif adalah contoh batas divergen.
Konvergensi Lempeng
  • Batas konvergen
Batas konvergen terjadi jika dua lempeng saling bergerak mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain atau kolisi jika kedua lempeng mengandung kerak benua (Gambar 13). Aktivitas vulkanik dan palung laut dapat muncul pada zona subduksi sebagai hasil interaksi konvergensi dari kedua lempeng. Contoh batas konvergen dapat dilihat di busur api dunia (ring of fire) (Gambar 14).
Ring of Fire
Lempeng Tektonik Dunia
Lempeng Tektonik Dunia 
Berikut ini merupakan lempeng-lempeng tektonik utama di dunia:
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia. Oh ya, sebenarnya tiap lempeng itu biasanya tersusun oleh beberapa lempeng kecil yang sudah berkolisi (bergabung) dan saling mengunci sehingga batas antar lempeng-lempeng kecil tersebut tidak aktif lagi. Misalnya Pulau Jawa yang merupakan bagian dari Lempeng Mikro Sunda yang merupakan bagian dari Lempeng Eurasia memiliki bagian timur (~Jawa Timur) yang berasal dari belahan bumi selatan (masih satu bangsa dengan Australia) yang mulai menumbuk Jawa Tengah pada Kala Eosen Akhir dan berkolisi pada Kala Oligosen.
Siklus Wilson
Siklus Wilson
Siklus Wilson (Gambar 16) merupakan suatu siklus yang menggambarkan interaksi antar lempeng mulai dari pemekaran suatu lempeng sampai pada tahap kolisi yang menyebabkan lempeng yang terpisah karena pemekaran tersebut bergabung lagi. Berikut ini merupakan tahapan-tahapan dalam siklus Wilson.
  • Tahap 1: continental rifting dimulai, membentuk rift valley (dengan blok-blok sesar normal/turunnya) yang merupakan embrio samudra.
  • Tahap 2: Tahap awal; terbentuk teluk sempit (biasanya danau terlebih dahulu, ketika air bukaan rift terhubung dengan lautan maka disebut dengan teluk).
  • Tahap 3: Tahap akhir, samudra luas dengan passive continental margin di kedua sisi.
  • Tahap 4a: Penutupan samudra dimulai dengan pembentukan batas subduksi baru pada lempeng samudra. Tahap 4b: terbentuk busur kepulauan gunungapi di dekat batas subduksi.
  • Tahap 5: Konvergensi busur kepulauan. Batas subduksi baru di dekat batas benua mengakibatkan busur kepulauan gunungapi bertumbukan dengan benua.
  • Tahap 6: Konvergensi benua-benua menghasilkan pegunungan.
Sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar